
Caritasulut.com, Manado – Sidang lanjutan perkara No. 10/G/LH/2025/PTUN.Mdo terkait reklamasi Manado Utara kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado, Rabu (24/9/2025).
Dalam sidang tersebut, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Sulawesi Utara sebagai tergugat menghadirkan 2 saksi fakta yakni, Dr. Sofie Wantasen, ketua tim penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal), Nolly Rantung, Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara. Serta Tergugat Intervensi PT. Manado Utara Perkasa (MUP) menghadirkan saksi ahli, Prof. Janny Kusen.
Sofie Wantasen mengatakan, seluruh tahapan penyusunan dokumen amdal telah dilakukan sesuai prosedur.
“Saya hanya menjelaskan proses amdal yang kami lakukan. Tahapannya dimulai dengan konsultasi publik, pengumuman melalui media cetak. Semua itu sudah kami laksanakan,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam proses penyusunan dokumen amdal terdapat 13 dampak penting hipotetik (DPH) yang telah dikaji secara mendalam oleh tim.
“Di dalam situ memang yang mengetahui lebih rinci adalah tim ahli. Semua memberikan hasil kajiannya kepada saya. Tim penyusun bukan hanya saya sendiri, tapi ada empat orang yang tersertifikasi,” jelas Sofie.
Sementara itu, sejumlah warga yang tinggal di area proyek reklamasi turut hadir menyaksikan langsung jalannya persidangan. Mereka menolak penjelasan yang disampaikan saksi fakta.
Menanggapi penolakan tersebut, Sofie menyebut hal itu sebagai bagian dari hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat.
“Ya, dilihat lagi, karena itu pendapat masyarakat,” singkatnya.
Restin Bangsuil, seorang warga yang tinggal di kawasan proyek reklamasi, menjelaskan alasannya menolak penjelasan saksi fakta Sofie Wantasen. Ia menilai kajian amdal yang dilakukan hanya sepihak dan tanpa melibatkan masyarakat secara nyata.
“Karena kajian amdal itu hanya sepihak, tidak ada sosialisasi terhadap masyarakat. Sosialisasi yang mereka katakan itu sebenarnya hanya membahas soal kebersihan sampah. Tapi di media diberitakan seolah-olah itu sosialisasi mendukung reklamasi,” tegasnya.
Restin menambahkan, sebagai warga pesisir yang ruang hidupnya terancam, ia berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.
“Saya mengharapkan, kalaupun keputusan ke depan, hakim harus adil. Masyarakat itu butuh ruang hidup, bukan uang banyak, bukan iming-iming,” ujarnya dengan nada tinggi, selaku ketua Pergerakan Perempuan Melawan Tolak Reklamasi.
Ia menegaskan, masyarakat pesisir hanya membutuhkan ruang hidup untuk tetap bisa menafkahi keluarga dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Masyarakat hanya butuh ruang hidup untuk bisa menghidupi keluarga, apalagi nelayan dan masyarakat pesisir. Jangan merusak lingkungan hidup, jangan pernah menutup pantai atau laut. Kami, warga, ada di depan,” pungkas Restin.
Leon Wilar